DAFTAR ISI :
1. Perlengkapan pendahuluan
· Kata Pengantar
2. Pendahuluan :
· Latar belakang masalah
· Rumsan masalah
· Tujuan
· Landasan teoritis
3. Percobaan :
· Prosedur percobaan
· Hasil percobaan
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera,
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan pada Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat di selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA”,.
Makalah ini adalah tugas bahasa indonesia semester empat. Dalam proses pendalaman materi tentang perkembangan sastra indonesia ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan :
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Belakangan ini perkembangangan sastra Indonesia telah mengalami perubahan, khususnya dalam hal kebebasan berekspresi. Menurut beberapa sumber ,mengatakan bahwa sastra itu adalah kebebasan itu sendiri. Jadi tidak ada batasan-batasan yang bisa menahan lajunya perkembangan kesusasteraan. Masalah lain yang menjadi dasar pemikiran dan menjadi dasar perimbangan adalah seperti terbuktinya pengajaran sastra yang tidak seimbang antara teori dan praktek di SMA RK DELI SERDANG L.PAKAM
Hasil yang serupa dapat pula dijumpai pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nando tentang siswa SMP N1 L.PAKAM mengenai faktor-faktor penyebab pengajaran sastra kurang mengarah kepada hal-hal yang apresiasif, yaitu guru kurang sering memberikan tugas mengapresiasi novel kepada siswa dan tidak adanya keakraban guru murid dengan karya sastra (Fernando)
Demikian pula halnya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ( Fernando ) tentang ketidakmampuan siswa SMA menagpresiasi cerpen disebabkan oleh faktor kurangnya buku-buku sastra di perpustakaan dan sikap siswa dalam mengikuti pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kurang antusias, serta masih kurangnya frekuensi kegiatan apresiasi sastra oleh guru (Nando)
Melihat kenyataan-kenyataan yang dinyatakan di atas, dipandang perlu mengadakan penelitian terhadap sitem pengajaran sastra dengan pengajaran bahas Indonesia dalam pencapaian tujuan pengajaran sastra di kelas II SMA RK SERDANG MURNI L.PAKAM berdasarkan kurikulum 2006. Karena peneliti ingin melihat bagaimana gambaran pengajaran bahasa Indonesia dengan berpedoman pada kurikulum 2006.
Lokasi penelitian ini adalah SMA RK SERDANG MURNI L.PAKAM karena dianggap dapat memberi data yang terpercaya untuk menjawab permasalahan system pengajaran sastra dengan pengajaran bahas Indonesia dalam pencapaian tujuan pengajaran sastra yang diharapkan.
Pada dasarnya perkembangan sastra itu selalu berkembang dan perkembangan itu ditandai dengan periode-periode, yang pada dasarnya memiliki ciri khas tersendiri. Dalam makalah ini kami secara khusus membahas tentang PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA, yang secara langsung menjadi judul atas makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Hal-hal yang menjadi rumsan masalah dalam makalah ini adalah :
Latar belakang perkembangan sastra indonesia.
Peran guru yang terlibat dalam perkembangan sastra Indonesia di sekolah
Sastrawan yang terlibat dalam perkembangan sastra indonesia
Jenis-jenis karya sastra yang di hasilkan.
Karya yang popular
C. Tujuan
Makalah ini kami buat untuk menambah pengetahuan akan perkembangan sastra Indonesia.khususnya dikalangan pelajar
BAB II.
PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA
D. LANDASAN TEORITIS
A. Angkatan Pasca-Reformasi
Hal mengenai kebebasan selalu menarik perhatian siapapun dan tidak akan pernah selesai diperbincangkan. Negeri terjajah berjuang untuk terbebas dari penjajah, golongan minoritas berjuang untuk terbebas dari dominasi golongan mayoritas, pelaku kriminal mengharap kebebasan dari penjara dan hukuman, orang miskin berusaha untuk terbebas dari keserba-kekurangan, orang bodoh berusaha untuk terbebas dari keserba-tidak-tahuan. Kaum intelektual bersikeras memperjuangkan kebebasan berpikir dan berbicara.
Sastra, sebagai produk peradaban dan daya pikir manusia, tak bisa lepas dari perihal kebebasan. Bahkan konon, sastra adalah kebebasan itu sendiri. Sastra adalah kebebasan dan pembebasan. Sastra adalah pencerahan. Kebebasan dalam sastra adalah kemerdekaan untuk berkreasi dan berimaginasi. Kebebasan kreatif, itulah yang dibela oleh para pelaku sastra dalam menjalani laku sastranya.
Angkatan Pasca-Reformasi muncul setelah reformasi yang dilakukan pada tahun 1998 yang beawal di Jakarta. Sejak reformasi 1998 bergulir, gelombang kebebasan memang berjalan bak air bah yang menerjang apa saja. Tidak berbeda halnya dalam ranah sastra. Atas nama kebebasan berkreasi, hal-hal yang dahulu dianggap tabu untuk dipertontonkan justru menjadi tontonan yang sangat laku dan dipuji banyak orang. Seks dan pornografi menjadi menjadi wilayah yang tidak tabu lagi untuk dieksplorasi dalam karya-karya sastra pasca reformasi, baik oleh pengarang lelaki maupun perempuan.
B. DI ERA ZAMAN GLOBALISASI
Dijaman sekarang Di jaman era globalisasi sekarang di Indonesia khususnya di SMA RK SERDANG MURNI L.PAKAM perkembangan bahasa sudah dikatakan lebih dari cukup walaupun masih ada beberapa siswa yang masih belum meminati pelajaran khususnya bahas Indonesia padahal telah kita ketahui bahwa B,Indonesia merupakan salah satu ujian di UN nanti. ujian yang di ikutkan dalam program UN. Misalnya contoh sperti penulisan kata baku,penulisan eyd yang benar dan baik,dan masih banyak para siswa tidak mengerti akan hal itu . apalagi di zaman globalisai sekarang siswa lebih mengetahui bahasa bahasa gaul yang terkadang merusak bahasa Indonesia itu sendiri. Dan kurang nya minat siswa akan pelajaran bahasa Indonesia .itu didorongnya dengan kurangnya minat para siswa dan kurangnya praktek dalam pelajaran yang berujung kurangnya minat belajar bahas Indonesia oleh pelajar
C.Peran guru yang terlibat dalam perkembangan sastra Indonesia di sekolah
Guru merupakan salah satu kunci atau yang paling penting dalam memajuakn perkembangan sastra Indonesia ,coba kita bayangkan kalau tidak ada guru di dunia ini pasti tidak ada orang yang pintar,khususnya guru Indonesia kita mengetahui bahasa Indonesia itu adalah bahasa yang kita gunakan bebicara dalam kehidupan sehari hari dan kita jangan menggangap bahasa indonesia itu adalah hal yang sepele.intinya guru yang mengajar di bidang bahasa Indonesia harus mengajarkan muridnya dengan metode metode baik itu dengan diskusi kelompok atau bereksperimen yang menunjang ilmu sastra itu sendiri
D. Jenis Karya Sastra yang Dihasilkan
Sastra pada zaman pasca-reformasi merupakan gerbang yang menghantarkan sastra Indonesia kealam kebebasan yang selama ini selalu diimpikan oleh setiap sastrawan, khususnya sastrawan Indonesia yang selama ini berada dalam kebuah kurungan yang secara tidak langsung menghambat kreatifitas mereka. Dalam perkembangannya sastra pasca-reformasi lebih diramaikan oleh cerpen-cerpen. Perkembangan cerpen dirasakan sangat cepat karena ruang dan kesempatan untuk berkarya lebih terbuka. Satu hal yang memungkinkan cepatnya perkembangan cerpen karena dipengaruhi oleh sikap revolusionis, kepekaan masyarakat Indonesia untuk sebuah perubahan yang cepat dan signifikan, sehingga menuntut kehadiran sebuah bentuk karya sastra yang bersifat santai, cepat saji, dan mudah dipahami oleh seluruh pembaca dan kecendrungan itu mengarah pada cerpen.
Kehadiran karya sastra lain tidak dapat kita pungkiri dalam perkembangan sastra Indonesia pasca-reformasi ini. Contoh konkret adalah novel. Beberapa novel malah menjadi Best seller di Indonesia, seperti Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan keduanya sudah difilmkan. Selain cerpen dan novel, muncul juga beberapa antologi cerpen dan puisi.
E. Karya yang Populer
Dalam perjalanan sastra Indonesia, periode pasca-reformasi merupakan masa paling semarak dan luar biasa. Kini, karya-karya sastra terbit seperti berdesakan dengan tema dan pengucapan yang beraneka ragam. Faktor utama yang memungkinkan sastra Indonesia berkembang seperti itu, tentu saja disebabkan oleh perubahan yang sangat mendasar dalam sistem pemerintahan. Kehidupan pers yang terkesan serbabebas serbaboleh ikut mendorong terjadinya perkembangan itu. Maka, kehidupan sastra Indonesia seperti berada dalam pentas terbuka. Di sana, para pemainnya seolah-olah boleh berbuat dan melakukan apa saja.
Dibandingkan puisi, novel, dan drama, cerpen Indonesia pada paroh pertama pasca reformasi mengalami booming. Cerpen telah sampai pada jatidirinya. Ia tak lagi sebagai selingan di hari Minggu. Kini, cerpenis dipandang sebagai profesi yang tak lebih rendah dari novelis atau penyair. Cerpenis tak diperlakukan sebagai orang yang sedang belajar menulis novel. Kondisi ini dimungkinkan oleh beberapa faktor berikut:
a. kesemarakan media massa –suratkabar dan majalah—telah membuka ruang yang makin luas bagi para cerpenis untuk mengirimkan karyanya. Di sana, rubrik cerpen mendapat tempat yang khas. Cerpen ditempatkan sama pentingnya dengan rubrik lain. Bahkan, di surat-surat kabar minggu, ia seperti sebuah keharusan. Di situlah tempat cerpen bertengger dan menyapa para pembacanya. Maka, hari Minggu adalah hari cerpen.
b. adanya kegiatan lomba menulis cerpen, memungkinkan cerpen tak hanya berada di hari Minggu, tetapi juga pada event atau peristiwa tertentu. Majalah Horison setiap tahun menyelenggarakan lomba penulisan cerpen. Begitupun Diknas, Pusat Bahasa atau lembaga lain yang juga melakukan kegiatan serupa. Sejak 1992, harian Kompas memulai tradisi baru dengan memilih cerpen terbaik dan memberi penghargaan khusus untuk penulisnya. Kegiatan ini mengangkat kedudukan cerpen dalam posisi yang istimewa.
c. terbitnya Jurnal Cerpen yang diasuh Joni Ariadinata, dkk. serta adanya Kongres Cerpen yang diselenggarakan berkala dalam dua tahun sekali –di Yogyakarta (1999), Bali (2001), Lampung (2003), dan kongres mendatang di Pekanbaru (November 2005), berhasil mengangkat citra cerpen secara lebih terhormat. Kegiatan itu sekaligus untuk menyosialisasikan keberadaan cerpen sebagai bagian dari kegiatan sastra. Bersamaan dengan itu, usaha sejumlah penerbit melakukan semacam perburuan naskah cerpen untuk diterbitkan, memberi harga dan martabat cerpen tampak lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya.
Meskipun posisi cerpen berada dalam keadaan yang begitu semarak dan memperoleh tempat istimewa, dalam hal regenerasi boleh dikatakan belum cukup signifikan. Masalahnya, secara substansial sejumlah cerpenis muda yang muncul belakangan, harus diakui, belum menunjukkan usahanya mengusung sebuah gerakan estetik yang kemudian menjadi sebuah mainstream. Arus besar cerpen Indonesia pascareformasi masih tetap didominasi nama-nama lama yang memang telah menjadi ikon cerpen Indonesia kontemporer. Cerpen Indonesia mutakhir masih tetap tak dapat menenggelamkan sejumlah nama yang muncul justru sebelum terjadi reformasi, seperti Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Kuntowijoyo, Danarto, dan sederet panjang nama lain yang tergolong pemain lama. Mereka masih tetap menjadi bagian penting dalam peta cerpen Indonesia pascareformasi. Jadi, cerpenis lama dan baru, kini bertumpukan, semua ikut menyemarakkan peta cerpen Indonesia.
Martin Aleida misalnya, mengangkat tema korban politik bagi mereka yang terlibat PKI. Tetapi Martin termasuk pemain lama. Setidaknya ia sudah matang sebelum terjadi reformasi. Maka, ketika terbit Leontin Dewangga (2003), kita terkejut bukan karena ia sebagai pendatang baru, melainkan pada hasratnya mengangkat tema yang tak mungkin muncul pada zaman Orde Baru. Dari sudut itu, ia telah memperkaya tema cerpen Indonesia. Kasus Martin Aleida tentu berbeda dengan Linda Christanty yang juga sebenarnya termasuk pemain lama. Antologinya, Kuda Terbang Maria Pinto (2004) seolah-olah memperlihatkan ketergodaannya pada model dan style yang sedang semarak pada saat itu. Pengabaian latar tempat dengan permainan pikiran malah seperti sengaja membuyarkan unsur lain –yang dalam kerangka strukturalisme justru menempati posisi yang sama penting. Style itu memang pilihannya, dan Linda telah memilih cara itu.
Pendatang baru yang cukup menjanjikan muncul atas nama Eka Kurniawan. Karya pertamanya, antologi cerpen Corat-Coret di Toilet (2000) mula hadir kurang meyakinkan. Tetapi ketika novelnya Cantik itu Luka (2002) terbit yang ternyata mengundang kontroversi, namanya mulai diperhitungkan. Setelah itu terbit pula novel kedua, Lelaki Harimau (2004) yang memamerkan kepiawaian melakukan eksperimen. Dalam antologi cerpen yang terbit belakangan, Cinta tak Ada Mati (2005), Eka belum kehilangan semangat eksperimentasinya. Cerpen yang berjudul “Bau Busuk” menunjukkan kesungguhan Eka melakukan eksperimen.
Azhari, cerpenis kelahiran Aceh adalah pendatang baru yang lain lagi. Cerpennya, “Yang Dibalut Lumut” yang menjadi Juara Pertama Lomba Penulisan Cerpen Festival Kreativitas Pemuda, Depdiknas—Creative Writing Institute memperlihatkan kekuatannya dalam mengungkap kepedihan rakyat Aceh yang terjepit dalam konflik bersenjata antara aparat keamanan (: TNI) dan Gerakan Aceh Merdeka. Ia juga berhasil menyajikan sebuah potret kultural dan tradisi rakyat Aceh yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keseharian masyarakat di sana. Antologi cerpen pertamanya, Perempuan Pala (2004) memperlihatkan sosok Azhari yang matang dalam memandang persoalan Aceh dalam tarik-menarik sejarah dan kebudayaannya yang agung dengan kondisi sosial dan politik yang menimpa rakyat Aceh yang justru menebarkan luka dan kepedihan. Boleh jadi antologi ini merupakan potret yang merepresentasikan kegelisahan masyarakat Aceh dalam tarik-menarik itu.
Dengan kekuatan narasi yang hampir sama, Raudal Tanjung Banua hadir meyakinkan. Antologi cerpennya, Pulau Cinta di Peta Buta (2003), Ziarah bagi yang Hidup (2004), dan Parang tak Berulu (2005) menunjukkan perkembangan kepengarangannya yang makin kuat. Lihat saja, cerpennya ““Cerobong Tua Terus Mendera” terpilih sebagai penerima Anugerah Sastra Horison 2004. Cerpen yang lain, “Tali Rabab” termasuk 15 cerpen terbaik dalam sayembara itu. Salah satu kekuatan Raudal adalah narasinya yang sanggup menciptakan suasana peristiwa begitu intens, metaforis, dan asosiatif. Pembaca dibawa masuk ke dunia entah-berantah. Lalu, tiba-tiba merasa ikut menjadi saksi peristiwa yang diangkat cerpen itu.
Sejumlah nama cerpenis lain yang kelak menjadi sastrawan penting Indonesia, dapat disebutkan beberapa di antaranya: Teguh Winarsho (Bidadari BersayapBelati, 2002), Hudan Hidayat (Orang Sakit, 2001; Keluarga Gila, 2003) Maroeli Simbolon (Bara Negeri Dongeng, 2002; Cinta Tai Kucing, 2003), Satmoko Budi Santoso (Jangan Membunuh di Hari Sabtu, 2003), Mustofa W Hasyim (Api Meliuk di Atas Batu Apung, 2004), Kurnia Effendi (Senapan Cinta, 2004; Bercinta di Bawah Bulan, 2004), Moh. Wan Anwar (Sepasang Maut, 2004), Yusrizal KW (Kembali ke Pangkal Jalan, 2004), Isbedy Stiawan (Perempuan Sunyi, 2004; Dawai Kembali Berdenting, 2004), Triyanto Triwikromo (Anak-Anak Mengasah Pisau, 2003), Damhuri Muhammad (Laras, Tubuhku bukan Milikku, 2005). Keseluruhan antologi itu menunujukkan kekuatan narasi yang lancar mengalir dan kedalaman tema yang diangkatnya. Dalam lima tahun ke depan, mereka akan ikut menentukan perkembangan sastra Indonesia.
Selain nama-nama itu, cerpenis wanita yang muncul dalam lima tahun terakhir ini, juga tidak dapat diabaikan kontribusinya. Selain Linda Christanty, masih ada deretan cerpenis wanita yang sebenarnya lebih kuat dan matang. Oka Rusmini (Sagra, 2002), Djenar Maesa Ayu (Mereka Bilang Saya Monyet, 2002; Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu, 2004), Maya Wulan (Membaca Perempuanku, 2002), Intan Paramadhita (Sihir Perempuan, 2005), Nukila Amal (Laluba, 2005), Weka Gunawan (Merpati di Trafalgar Square, 2004), Labibah Zain (Addicted to Weblog: Kisah Perempuan Maya, 2005), Ucu Agustin (Kanakar, 2005), Evi Idawati (Malam Perkawinan, 2005). Mereka berpeluang mengikuti jejak seniornya, Nh Dini, Titis Basino, Leila S. Chudori, Ratna Indrswari Ibrahim atau Abidah el-Khalieqy.
Yang menarik dari karya cerpenis perempuan ini adalah semangatnya melakukan gugatan. Tokoh-tokoh perempuan yang dalam banyak karya para penulis laki-laki kerap menjadi korban dan tersisih, dalam karya para penulis perempuan itu, justru cenderung berada dalam posisi yang sebaliknya. Tokoh laki-laki kerap digambarkan tersisih dan kalah sebagai pecundang di bawah kekuasaan perempuan. Selain itu, mereka juga begitu berani mengangkat perkara seks untuk membungkus pesan ideologi jendernya.
Deretan panjang nama-nama lain yang kerap muncul di hari Minggu, patut pula mendapat perhatian. Tentu dengan melihat daya tahan dan konsistensinya mempertahankan kualitas dan kontribusi mereka bagi pemerkayaan khazanah cerpen Indonesia mutakhir. Akhirnya, seperti sinyalemen Budi Darma, dalam keadaan overproduksi, pengamatan cerpen Indonesia mutakhir dengan analisis yang mendalam, tak mungkin dapat dilakukan dalam rentang waktu yang pendek. Kita sekarang ini seperti sedang berhadapan dengan air bah yang bernama cerpen Indonesia kontemporer dan kita hanyut terseret dalam gelombang besar deras arusnya. Masalah lain yang menjadi dasar pemikiran dan menjadi dasar perimbangan adalah seperti terbuktinya
pengajaran sastra yang tidak seimbang antara teori dan praktek di SMA RK SERDANG MURNI L.PAKAM (Fernanado, 2011).
Hasil yang serupa dapat pula dijumpai pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nando tentang siswa SMP Negeri 1 L.Pakam mengenai faktor-faktor penyebab pengajaran sastra kurang mengarah kepada hal-hal yang apresiasif, yaitu guru kurang sering memberikan tugas mengapresiasi novel kepada siswa dan tidak adanya keakraban guru murid dengan karya sastra (Nando, 2011)
Demikian pula halnya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fernando (2011) tentang ketidakmampuan siswa SMA menagpresiasi cerpen disebabkan oleh faktor kurangnya buku-buku sastra di perpustakaan dan sikap siswa dalam mengikuti pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kurang antusias, serta masih kurangnya frekuensi kegiatan apresiasi sastra oleh guru
Melihat kenyataan-kenyataan yang dinyatakan di atas, dipandang perlu mengadakan penelitian terhadap interpendensi pengajaran sastra dengan pengajaran bahas Indonesia dalam pencapaian tujuan pengajaran sastra di kelas II SMA RK SERDANG MURNI L.PAKAM berdasarkan kurikulum 2006. Karena peneliti ingin melihat bagaimana gambaran pengajaran bahasa Indonesia dengan berpedoman pada kurikulum 2006 yang menggunakan muatan lokal dengan memadukan antara bahasa dan sastra dalam pembelajarannya.
Lokasi penelitian ini adalah SMA RK SERDANG MURNI L.PAKAM karena dianggap dapat memberi data yang terpercaya untuk menjawab permasalahan interdependensi pengajaran sastra dengan pengajaran bahas Indonesia dalam pencapaian tujuan pengajaran sastra yang diharapkan.
3.PERCOBAAN
BAB III
· PROSEDUR PERCOBAAN
A. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research).
professional guru dalam menangani kegiatan belajar mengajar”. Terdapat beberapa macam model PTK. Namun yang akan dipilih dala penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart (Tiro, 2007), model ini terdiri dari empat komponen dalam satu siklus, yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3)Observasi,(4)Refleksi.
. Empat komponen tersebut dilaksanakan secara berurutan dalam dua siklus. Daur penelitian tindakan kelas ditujukan sebagai perbaikan atau hasil refleksi terhadap tindakan sebelumnya yang dianggap belum berhasil. Secara skematik desain PTK dapat dilihat pada gambar berikut 

Gambar 2 Skema Penelitian tindakan kelas dalam satu siklus
2. Variabel Penelitian
Variebel dalam penelitian ini adalah:
a. Pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas.
b. Hasil belajar membaca sebagai variabbel terikat.
a. Pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas.
b. Hasil belajar membaca sebagai variabbel terikat.
3. Objek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian tindakan kelas adalah kelas XI IPS-2 SMA RK DELI SERDANG L.PAKAM TERLETAK DI Kec L.Pakam, tahun ajaran 2010/2011 dibina oleh 15 (lima belas)
2. Variabel Penelitian
Variebel dalam penelitian ini adalah:
a. Pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas.
b. Hasil belajar membaca sebagai variabbel terikat.
a. Pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas.
b. Hasil belajar membaca sebagai variabbel terikat.
3. Objek Penelitian

Perencanaan
Refleksi
Tindakan
Observasi ( mengamati )
4. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik Pengumpulan Data yang dilakukan melalui beberapa teknik sebagai
berikut:
a. Tes, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
butir soal sehingga dapat diseleksi atau revisi.
b.Observasi, tentang hasil belajar peserta didik dan keaktifan peserta didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Observasi terhadap aktivitas kelas yang berhubungan dengan perilaku peserta didik maupun guru. Kegiatan dimulai dari awal pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran b.indonesia
5. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Siklus I
a.Tahap Perencanaan (planning)
1. Guru membuat Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP) sesuai
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Membuat bahan evaluasi berdasarkan materi yang diajarkan.
3. Selain perangkat pembelajaran juga disiapkan instrumen penelitian
berupa lembar observasi dan tes hasil belajar.
b.Tahap Tindakan (acting)
Guru melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan rancana pelaksanaan pembelajaran yang sudah disiapkan.
Adapun hal yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan adalah implementasi rencana yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah pelaksanaan langkah-langkah proses pembelajaran yang telah disusun pada rencana perbaikan pembelajaran.
c.Tahap Observasi (observation)
Untuk melihat penampilan guru dan pengaruhnya terhadap aktivitas peserta didik selama proses belajar mengajar, maka peneliti mengamati lembar observasi yang suda disiapkan.
Pelaksanaan tindakan, dilakukan pencatatan dengan menggunakan daftar observasi untuk memudahkan pelaksanaannya. Observator mengamati kegiatan yang berlangsung sambil mengisi daftar observasi yang telah disiapkan.
Adapun hal-hal yang dicatat selama berlangsungnya kegiatan observasi adalah keaktifan peserta didik meliputi kerjasama, partisipasi, kejujuran. Sedangkan observasi untuk guru adala segala perubahan tindakan/ perilaku guru saat terjadi proses belajar mengajar yang meliputi memotivasi peserta didik, menyampaikan tujuan, peguasaan materi, dan pemberian umpan balik.
d.Tahap Refleksi (reflection)
Guru dan peneliti berdiskusi untuk melihat keberhasilan dan kegagalan yang telah terjadi setelah proses belajar mengajar dalam selang waktu tertentu. Hasil sebagai masukan guru dan observatory untuk membuat perencanaan siklus erikutnya. Untuk memperaiki kelemahan-kelemahan siklus I, maka disepakati bersama observatory untuk merevisi rencana perbaikan pemelajaran siklus II. Revisi dilakukan
metode pendekatan proses dan mengoptimalkan motivasi peserta didik serta peraikan
umpan balik.
Siklus II
a.Perencanaan (planning)
Rencana tindakan untuk siklus II masih menggunakan tahap kegiatan seperti pada siklus I, namun diberikan penekanan untuk perbaikan terhadap kekurangan berdasarkan hasil refleksi dan penemuan penelitian siklus I, rencana tindakan perbaikan dilaksanakan pada siklus II.
b.Pelaksaaan Tindakan (actioan)
Fokus utama dalam siklus II dibandingkan siklus sebelumnya adalah mengupayakan semaksimal mungkin bagaimana peserta didik menjawab soal-soal pertanyaan yang berkaitan dengan materi.
c.Tahap Observasi (observation)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata paa siklus kedua ini menunjukkan kreativitas belajar dengan kegiatan sangat baik pada seluruh aktivitas yang diamati. Selanjutnya tindakan/ perilaku guru memperlihatkan perubahan yang signifikan setelah rencana perbaikan pembelajaran direvisi. Seluruh aspek yang diamati dalam proses belajar mengajar dengan kualitas yang baik
d.Refleksi (reflection)
Pada akhir siklus dilakukan refleksi hal-hal yang diperoleh baik dari hasil observasi maupun hasil te. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I akan diperbaiki pada siklus selanjutnya. Siklus II dilakukan dengan mangacu pada prosedur kegiatan yang sama pada siklus I yang meliputi perencanaan, tindakan, osbservasi, dan refleksi. Hanya saja, pada siklus II seluruh perencanaan dan pengambilan tindakan mengacu pada upaya peraikan terhadap kekurangan-kekurangan yang diperoleh pada siklus I guna mencapai hasil yang diharapkan.
HASIL PERCOBAAN :
Adapu manfaat dari hasil percobaan adalah sebagai berikut :
- Menjadi pedoman pada pembinaan pendidikan guru bahasa Indonesia sebagian acuan strategi dalam rangka meningkatkan pengajaran.
- Menjadi masukan untuk dapat memberikan pelajaran sastra dengan perubahan dan pengembangan pengajaran.
- Difungsikan sebagai masukan untuk melaksanakan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya dalam pengajaran sastra berdasarkan kurikulum 2006 di SMA RK SERDANG MURNI L.PAKAM.
PENUTUP
KESIMPULAN
Perkembangan sastra di Indonesia sepertinya mengalami problematika tersendiri. Terkadang periode kesusasteraan sulit sekali ditentukan dimana sebuah periode itu dimulai. Secara teori sejarah kesusasteraan di Indonesia ini masih tergolong muda, belum sampai berumur satu abad, sehingga masih banyak lobang-lobang yang perlu di gali. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu bentuk kajian yang diharapkan mampu menarik dan menghidupkan sastra di Indonesia. Sastra Indonesia pasca-reformasi merupakan contoh kecil dari sejarah kesusasteraan Indonesia yang masih muda ini. Perlu di ketahui bahwa dengan mempelajari sastra berarti secara tidak langsung juga kita mempelajari sejarah yang membentuk sastra itu sendiri.
Setelah melakukan beberapa pendekatan yang disarankan, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa perkembangan sastra Indonesia pasca-reformasi telah sampai pada hakikatnya, yaitu bebas berekspresi. Reformasi telah menghantarkan sastra Indonesia ini pada bentuk yang baru, bentuk yang lebih radikal dan transparan. Sebagai contoh adalah cerpen, yang dalam perkembangannya sebelum reformasi tidak pernah mendapat tempat tertinggi dalam kesusasteraan Indonesia, yang dahulu tidak pernah dianggap sebagai bagian dari karya sastra. Sastra pasca-reformasi ternyata mampu mengangkat cerpen sebagai karya sastra yang paling diminati dan cepat berkembang.
Sekarang yang jadi permasalahan adalah apakah mampu sastra Indonesia ini memjadi solusi yang tepat dalam proses pengintegrasian bangsa, yang pada kenyataannya telah sampai pada titik nadir. Sebenarnya ini merupakan ladang yang baik bagi para sastrawan dan penikmat sastra untuk sampai pada esensi tertinggi dalam kesusasteraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar